Lanjut ke konten

Aku istri yang selingkuh

September 10, 2011

image

Sebut saja namaku Riri, seorang wanita yang saat ini berusia 27 tahun dan telah
bersuami. Menurut banyak teman, aku adalah seorang perempuan yang cukup
cantik dengan kulit putih bersih.Walaupun demikian, postur tubuhku sebenarnya terhitung ramping dan kecil.
Tinggi badanku hanya 154 cm. Tetapi meskipun bertubuh ramping, pantatku cukup bulat dan berisi. Sedangkan buah
dadaku yang hanya berukuran 34 juga nampak padat dan serasi dengan bentuk
tubuhku.Aku bekerja sebagai karyawati staf accounting pada sebuah toserba yang cukup besar di kotaku. Sehingga aku
mengenal banyak relasi dari para pekerja perusahaan lain yang memasok barang ke toko tempatku bekerja. Dari sinilah
kisah yang akan kupaparkan ini terjadi.Sebagai seorang istri, aku sebenarnya merupakan tipe istri yang sangat setia
pada suami. Aku selalu berprinsip, tidak ada lelaki lain yang menyentuh hati dan
tubuhku, kecuali suamiku yang sangat kucintai. Dan sebelum kisah ini terjadi,aku memang selalu dapat menjaga
kesetiaanku. Jangankaan disentuh, tertarik dengan lelaki lain pun merupakan
pantangan bagiku.
Tetapi begitulah, beberapa bulan
terakhir, justru suamiku mempunyai
khayalan gila. Ia seringkali mengatakan
padaku, ia selalu terangsang jika
membayangkan diriku bersetubuh
dengan lelaki lain. Entahlah, mungkin ia
terpengaruh dengan cerita kawan-
kawannya. Atau mungkin juga termakan
oleh bacaan-bacaan seks yang sering
dibacanya. Pada awalnya, aku jengkel
setiap kali ia mengatakan hal itu padaku.
Namun lama kelamaan, entah kenapa,
aku juga mulai terangsang oleh khayalan-
khayalannya.
Setiap ia mengatakan dirinya ingin
melihat aku digumuli lelaki lain, tiba-tiba
dadaku berdebardebar. Tanda kalau aku
juga mulai terangsang dengan fantasinya
itu. Bersamaan dengan itu di toko
tempatku bekerja, aku semakin akrab
dengan seorang karyawan perusahaan
distribusi yang biasa datang memasok
barang. Sebutlah namanya Mas Roni. Ia
seorang lelaki berbadan tinggi besar dan
cukup atletis, tingginya lebih dari 180 cm.
Sedang usia sekitar 35 tahun. Sungguh
aku tidak pernah mempunyai pikiran atau
perasaan tertarik padanya.
Pada awalnya hubunganku, biasa-biasa
saja. Keakrabanku sebatas hubungan
kerja. Namun begitulah, Mas Roni yang
berstatus duda itu selalu bersikap baik
padaku. Kuakui pula, ia merupakan pria
yang simpatik. Ia sangat pandai
mengambil hati orang lain. Begitu
perhatiannya pada diriku, Mas Roni
seringkali memberikan hadiah padaku.
Misalnya pada saat lebaran dan tahun
baru, Mas Roni memberiku bonus yang
cukup besar. Padahal karyawan lain di
tokoku tidak satupun yang
mendapatkannya. Bahkan saat datang ke
tokoku, ia kadang bersedia membantu
pekerjaanku. Mas Roni dapat saja
melakukan itu sebab ia sangat akrab
dengan bosku.
Hingga suatu ketika, sewaktu aku sedang
menghitung keuangan bulanan
perusahaan, tiba-tiba Mas Roni muncul
di depan meja kerjaku.
“Aduh sibuknya, sampai nggak lihat ada
orang datang,” sapa Mas Roni klise.
“Eh, sorry Mas, ini baru ngitung keuangan
akhir bulan,” jawabku.
“Jangan terlalu serius, nanti nggak
kelihatan cakepnya lho..!” Mas Roni
masih bergurau.
“Ah, Mas Roni bisa aja,” aku menjawab
pendek sambil tetap berkonsentrasi ke
pekerjaanku.
Setelah itu seperti biasanya, di sela-sela
pekerjaanku, aku dan Mas Roni
mengobrol dan bersendau-gurau ke sana
kemari. Tidak terasa sudah satu jam aku
mengobrol dengannya.
“Ri, aku mau ngasih hadiah tahun baru,
Riri mau terima nggak?” tanyanya tiba-
tiba.
“Siapa sih yang nggak mau dikasih
hadiah. Mau dong, asal syaratnya
hadiahnya yang banyak lho,” jawabku
bergurau.
“Aku juga punya syarat lho Ri. Hadiah itu
akan kuberikan kalau Riri mau
memejamkan mata. Mau nggak?”
tanyanya lagi.
“Serius nih? Oke kalau cuman itu
syaratnya aku mau,” kataku sambil
menejamkan mata.
“Awas jangan buka mata sampai aku
memberi aba-aba..!” kata Mas Roni lagi.
Sambil terpejam, aku penasaran hadiah
apa yang akan diberikannya. Tetapi, ya
ampun, pada saat mataku terpejam,
tiba-tiba aku merasakan ada benda yang
lunak menyentuh bibirku. Tidak hanya
menyentuh, benda itu juga melumat
bibirku dengan halus. Aku langsung tahu,
Mas Roni tengah menciumku. Maka aku
langsung membuka mata. Dari sisi meja
di hadapanku, Mas Roni membungkuk
dan menciumi diriku. Tetapi anehnya,
setelah itu aku tidak berusaha
menghindar.
Untuk beberapa lama, Mas Roni masih
melumat bibirku. Kalau mau jujur aku
juga ikut menikmatinya. Bahkan
beberapa saat secara refleks aku juga
membalas melumat bibir Mas Roni.
Sampai kemudian aku sadar, lalu
kudorong dada Mas Roni hingga ia
terjengkang ke belakang.
“Mas, seharusnya ini nggak boleh terjadi,”
kataku dengan nada tergetar menahan
malu dan sungkan yang menggumpal di
hatiku.
Mas Roni terdiam beberapa saat.
“Maaf Ri, mungkin aku terlalu nekat.
Seharusnya aku sadar kamu sudah
menjadi milik orang lain.
Tetapi inilah kenyataannya, aku sangat
sayang padamu Ri,” ujarnya dengan lirih
sambil meninggalkanku.
Seketika itu aku merasa sangat
menyesal. Aku merasa telah menghianati
suamiku. Tetapi uniknya peristiwa
semacam itu masih terulang hingga
beberapa kali. Beberapa kali kesempatan
Mas Roni berkunjung ke tokoku, ia selalu
memberiku ‘hadiah’ seperti itu. Tentu, itu
dilakukannya jika kawan-kawanku tidak
ada yang melihat. Meskipun pada
akhirnya aku menolaknya, namun
anehnya, aku tidak pernah marah
terhadap tindakan Mas Roni itu.
Entahlah, aku sendiri bingung. Aku tidak
tahu, apakah ini dikarenakan pengaruh
khayalan suamiku yang terangsang jika
membayangkan aku berselingkuh.
Ataukah karena aku jatuh cinta pada Mas
Roni. Sekali lagi, aku tidak tahu. Bahkan
dari hari ke hari, aku semakin dekat dan
akrab dengan Mas Roni.
Hingga pada suatu saat, Mas Roni
mengajakku jalan-jalan. Awalnya aku
selalu menolaknya. Aku khawatir kalau
kedekatanku dengannya menjadi
penyebab perselingkuhan yang
sebenarnya. Tetapi karena ia selalu
mendesakku, akhirnya aku pun
menerima ajakkannya. Tetapi aku
mengajukan syarat, agar salah seorang
kawan kerjaku juga diajaknya. Dengan
mengajak kawan, aku berharap Mas Roni
tidak akan berani melakukan perbuatan
yang tidak-tidak.
Begitulah, pada hari Minggu, aku dan
Mas Roni akhirnya jadi berangkat jalan-
jalan. Agar suamiku tidak curiga, aku
katakan padanya, hari itu aku ada
lemburan hingga sore hari. Selain aku
dan Mas Roni, ikut juga kawan kerjaku,
Yani dan pacarnya. Oh ya, berempat kami
mengendarai mobil inventaris
perusahaan Mas Roni. Berempat kami
jalan-jalan ke suatu lokawisata
pegunungan yang cukup jauh dari kotaku.
Kami sengaja memilih tempat yang jauh
dari kotaku, agar tidak mengundang
kecurigaan tetangga, keluarga dan
terutama suamiku.
Setelah lebih dari satu jam kami
berputar-putar di sekitar lokasi wisata,
Mas Roni dan pacar Yani mengajak
istirahat di sebuah losmen. Yani dan
pacarnya menyewa satu kamar, dan
kedua orang itu langsung hilang di balik
pintu tertutup. Maklum keduanya baru
dimabuk cinta. Aku dengan suamiku
waktu pacaran dulu juga begitu, jadi aku
maklum saja.
Mas Roni juga menyewa satu kamar di
sebelahnya. Aku sebenarnya juga berniat
menyewa kamar sendiri tetapi Mas Roni
melarangku.
“Ngapain boros-boros, kalau sekedar
istirahat satu kamar saja. Tuh, bed-nya
ada dua,” ujarnya.
Akhirnya aku mengalah. Aku numpang di
kamar yang disewa Mas Roni.
Kami mengobrol tertawa cekikikan
membicarakan Yani dan pacarnya di
kamar sebelah. Apalagi, Yani dan
pacarnya seperti sengaja mendesah-
desah hingga kedengaran di telinga kami.
Sejujurnya aku deg-degan juga
mendengar desahan Yani yang mirip
dengan suara orang terengah-engah itu.
Entah kenapa dadaku semakin berdegup
kencang ketika aku mendengar desahan
Yani dan membayangkan apa yang
sedang mereka lakukan di kamar
sebelah. Untuk beberapa saat, aku dan
Mas Roni diam terpaku.
Tiba-tiba Mas Roni menarik tanganku
hingga aku terduduk di pangkuan Mas
Roni yang saat sedang duduk di tepi
tempat tidur. Tanpa berkata apa-apa dia
langsung mencium bibirku. Aku tidak
sempat menghindar, bahkan aku juga
membiarkan ketika bibir dan kumis Mas
Roni menempel ke bibirku hingga
beberapa saat. Dadaku semakin
berdegup kencang ketika kurasakan bibir
Mas Roni melumat mulutku. Lidah Mas
Roni menelusup ke celah bibirku dan
menggelitik hampir semua rongga
mulutku. Mendapat serangan mendadak
itu darahku seperti berdesir, sementara
bulu tengkukku merinding.
Namun tiba-tiba timbul kesadaranku.
Kudorong dada Mas Roni supaya ia
melepas pelukannya pada diriku.
“Masss, jangan Mas, ini nggak pantas kita
lakukan..!” kataku terbata-bata.
Mas Roni memang melepas ciumannya
di bibirku, tetapi kedua tangannya yang
kekar dan kuat itu masih tetap memeluk
pinggang rampingku dengan erat. Aku
juga masih terduduk di pangkuannya.
“Kenapa nggak pantas, toh aku sama
dengan suamimu, yaitu sama-sama
mencintaimu,” ujar Mas Roni yang
terdengar seperti desahan.
Setelah itu Mas Roni kembali
mendaratkan ciuman. Ia menjilati dan
menciumi seluruh wajahku, lalu
merembet ke leher dan telingaku. Aku
memang pasif dan diam, namun
perlahan tapi pasti nafsu birahi semakin
kuat menguasaiku. Harus kuakui, Mas
Roni sangat pandai mengobarkan
birahiku. Jilatan demi jilatan lidahnya di
leherku benar-benar telah membuat
diriku terbakar dalam kenikmatan.
Bahkan dengan suamiku sekalipun aku
belum pernah merasakan rangsangan
sehebat ini.
Mas Roni sendiri nampaknya juga mulai
terangsang. Aku dapat merasakan
napasnya mulai terengah-engah.
Sementara aku sendiri semakin tidak
kuat untuk menahan erangan. Maka aku
pun mendesis-desis untuk menahan
kenikmatan yang mulai membakar
kesadaranku. Setelah itu tiba-tiba tangan
Mas Roni yang kekar itu membuka
kancing bajuku. Tak ayal lagi, buah
dadaku yang berwarna putih bersih itu
terbuka di depan Mas Roni. Secara
refleks aku masih berusaha berontak.
“Cukup, Mas jangan sampai ke situ. Aku
takut,” kataku sambil meronta dari
pelukannya.
“Takut dengan siapa Ri, toh nggak ada
yang tahu. Percayalah denganku,” jawab
Mas Roni dengan napas yang semakin
memburu.
Seperti tidak perduli dengan protesku,
Mas Roni yang telah melepas bajuku, kini
ganti sibuk melepas BH-ku. Meskipun aku
masih berusaha meronta, namun itu
tidak berguna sama sekali. Sebab tubuh
Mas Roni yang besar dan kuat itu
mendekapku sangat erat.
Kini, dipelukan Mas Roni, buah dadaku
terbuka tanpa tertutup sehelai kain pun.
Aku berusaha menutupi dengan
mendekapkan lengan di dadaku, tetapi
dengan cepat tangan Mas Roni
memegangi lenganku dan
merentangkannya. Setelah itu Mas Roni
mengangkatku dan merebahkannya di
tempat tidur. Tanpa membuang waktu,
bibir Mas Roni melumat salah satu buah
dadaku, sementara salah satu tangannya
juga langsung meremas-remas buah
dadaku yang lainnya. Bagai seekor singa
buas ia menjilati dan meremas buah
dada yang kenyal dan putih ini.
Kini aku tidak dapat berbuat apa-apa lagi
selain megap-megap dan mengerang
karena kenikmatan yang mencengkeram
diriku. Aku menggeliat-geliat seperti
cacing kepanasan karena rasa geli dan
nikmat ketika bibir dan lidah Mas Roni
menjilat dan melumat puting susuku.
“Ri, da.. dadamu putih dan in.. indah
sekali. A.. aku makin nggak ta.. tahan..,
sayang..,” kata Mas Roni terputus-putus
karena nafsu birahi yang semakin
memuncak.
Kemudian Mas Roni juga menciumi perut
dan pusarku. Dengan lidahnya, ia pandai
sekali menggelitik buah dada hingga
perutku. Sekali lagi aku hanya mendesis-
desis mendapat rangsangan yang
menggelora itu. Kemudian tanpa kuduga,
dengan cepat Mas Roni melepaskan
celana dan celana dalamku dalam satu
tarikan. Lagi-lagi aku berusaha melawan,
tetapi dengan tubuh besar dan tenaga
kuat yang dimiliki Mas Roni, dengan
mudah ia menaklukkan perlawananku.
Sekarang tubuhku yang ramping dan
berkulit putih ini benar-benar telanjang
total di hadapan Mas Roni. Sungguh, aku
belum pernah sekalipun telanjang di
hadapan lelaki lain, kecuali di hadapan
suamiku. Sebelumnya aku juga tidak
pernah berpikir melakukan perbuatan
seperti ini. Tetapi kini, Mas Roni berhasil
memaksaku, sementara aku seperti
pasrah saja tanpa daya.
“Mas, untuk yang satu ini jangan Mas,
aku tidak ingin merusak keutuhan
perkawinanku..!” pintaku sambil
meringkuk di atas tempat tidur, untuk
melindungi buah dada dan vaginaku yang
kini tanpa penutup.
“Ri.. apa.. kamu.. nggak kasihan padaku
sayang.., aku sudah terlanjur terbakar..,
aku nggak kuat lagi, sayang. Please, aku..
mohon,” kata Mas Roni masih dengan
terbata-bata dan wajah yang memelas.
Entah karena aku tidak tega atau karena
aku sendiri juga sudah terbakar birahi,
aku diam saja ketika Mas Roni kembali
menggarap tubuhku. Bibir dan salah satu
tangannya menggarap kedua buah
dadaku, sementara tangan yang satunya
lagi mengusap-usap paha dan
selangkangan kakiku. Mataku benar-
benar merem-melek merasakan
kenikmatan itu. Sementara napasku juga
semakin terengah-engah.
Tiba-tiba saja Mas Roni beranjak dan
dengan cepat melepas semua pakaian
yang menempel di tubuhnya. Kini ia sama
denganku telanjang bulat-bulat. Ya
ampun, aku tidak dapat percaya, kini aku
telanjang dalam satu kamar dengan
lelaki yang bukan suamiku, ohh. Aku
melihat tubuh Mas Roni yang memang
atletis, besar dan kekar. Ia jauh lebih
tinggi dan lebih besar dibanding suamiku
yang berperawakan sedang-sedang saja.
Tetapi yang membuat dadaku berdegup
lebih keras adalah benda di
selangkangan Mas Roni. Benda yang
besarnya hampir sama dengan lenganku
itu berwarna coklat tua dan kini tegak
mengacung. Panjangnya kutaksir tidak
kurang dari 22 cm, atau hampir dua kali
lipat dibanding milik suamiku, sementara
besarnya sekitar 3 sampai 4 kali lipatnya.
Sungguh aku hampir tidak percaya ada
penis sebesar dan sepanjang itu.
Perasaanku bercampur baur antara ngeri,
gemas dan penasaran.
Kini tubuh telanjang Mas Roni
mendekapku. Darahku seperti terkesiap
ketika merasakan dada bidang Mas Roni
menempel erat dadaku. Ada sensasi
hebat yang melandaku, ketika dada yang
kekar itu merapat dengan tubuhku. Ohh,
baru kali ini kurasakan dekapan lelaki
lain selain suamiku. Ia masih terus
menciumi sekujur tubuhku, sementara
tangannya juga tidak kenal lelah
meremas-remas buah dadaku yang
semakin kenyal. Sekali lagi, sebelumnya
tidak pernah kurasakan sensasi dan
rangsangan sedahsyat ini.
Aku tersentak ketika kurasakan ada
benda yang masuk dan menggelitik
lubang vaginaku. Ternyata Mas Roni
nekat memasukkan jari tangannya ke
celah vaginaku. Ia memutar-mutarkan
telunjuknya di dalam lubang vaginaku,
sehingga aku benar-benar hampir tidak
kuat lagi menahan kenikmatan yang
menderaku. Mendapat serangan yang
luar biasa nikmat itu, secara refleks aku
memutar-mutarkan pantatku. Toh, aku
masih berusaha menolaknya.
“Mas, jangan sampai dimasukkan jarinya,
cukup di luaran saja..!” pintaku.
Tetapi lagi-lagi Mas Roni tidak
menggubrisku. Ia selanjutnya
menelusupkan kepalanya di
selangkanganku, lalu bibir dan lidahnya
tanpa henti melumat habis vaginaku. Aku
tergetar hebat mendapat rangsangan ini.
Tidak kuat lagi menahan kenikmatan itu,
tanpa sadar tanganku menjambak
rambut Mas Roni yang masih terengah-
engah di selangkanganku. Kini aku benar-
benar telah tenggelam dalam birahi.
Ketika kenikmatan birahi benar-benar
menguasaiku, dengan tiba-tiba, Mas Roni
melepaskanku dan berdiri di tepi tempat
tidur. Ia mengocok-ngocok batang
penisnya yang berukuran luar biasa
tersebut.
“Udah hampir setengah jam, dari tadi aku
terus yang aktif, capek nih. Sekarang ganti
kamu dong Ri yang aktif..!” kata Mas Roni.
“Aku nggak bisa, Mas. Lagian aku masih
takuut..!” jawabku dengan malu-malu.
“Oke kalau gitu pegang aja iniku, please,
aku mohon, Ri..!” ujarnya sambil
menyodorkan batang penis besar itu ke
hadapanku.
Dengan malu-malu kupegang batang
yang keras dan berotot itu. Lagi-lagi
dadaku berdebar-debar dan darahku
berdesir ketika tanganku mulai
memegang penis Mas Roni. Sejenak aku
sempat membayangkan, bagaimana
nikmatnya jika penis yang besar dan
keras itu dimasukkan ke lubang vagina
perempuan.
“Besaran mana dengan milik suamimu
Ri..?” goda Mas Roni.
Aku tidak menjawab walau dalam hati
aku mengakui, penis Mas Roni jauh lebih
besar dan lebih panjang dibanding milik
suamiku.
“Diapakan nih Mas..? Sumpah aku nggak
bisa apa-apa,” kataku sambil
menggenggam batang penis Mas Roni.
“Oke, biar gampang, dikocok aja, sayang.
Bisakan..?” jawab Mas Roni lembut.
Dengan dada berdegup kencang, kukocok
perlahan-lahan penis yang besar milik
Mas Roni. Ada sensasi tersendiri ketika
aku mulai mengocok buah zakar Mas
Roni yang sangat besar tersebut. Gila,
tanganku hampir tidak cukup
menggenggamnya. Aku berharap dengan
kukocok penisnya, sperma Mas Roni
cepat muncrat, sehingga ia tidak dapat
berbuat lebih jauh terhadap diriku.
Mas Roni yang kini telentang di
sampingku memejamkan matanya ketika
tanganku mulai naik turun mengocok
batang zakarnya. Napasnya mendengus-
dengus, tanda kalau nafsunya mulai
meningkat lagi. Aku sendiri juga
terangsang melihat tubuh tinggi besar di
hadapanku seperti tidak berdaya
dikuasai rasa nikmat. Tiba-tiba ia
memutar tubuhnya, sehingga kepalanya
kini tepat berada di selangkanganku,
sebaliknya kepalaku juga menghadap
tepat di selangkangannya. Mas Roni
kembali melumat lubang kemaluanku.
Lidahnya menjilat-jilat tanpa henti di
rongga vaginaku. Sementara aku sendiri
masih terus mengocok batang zakar Mas
Roni dengan tanganku.
Kini, kami berdua berkelejotan,
sementara napas kami juga semakin
memburu. Setelah itu Mas Roni beranjak,
lalu dengan cepat ia menindihku. Dari
kaca lemari yang terletak di sebelah
tempat tidur, aku dapat melihat tubuh
rampingku seperti tenggelam di kasur
busa ketika tubuh Mas Roni yang tinggi
besar tersebut mulai menindihku.
Dadaku deg-degan melihat adegan kami
melalui kaca lemari itu. Gila, kini aku yang
telanjang digumuli oleh lelaki yang juga
sedang telanjang, dan lelaki itu bukan
suamiku.
Mas Roni kembali melumat bibirku. Kali
ini teramat lembut. Gila, aku bahkan
tanpa malu lagi mulai membalas
ciumannya. Lidahku kujulurkan untuk
menggelitik rongga mulut Mas Roni. Mas
Roni terpejam merasakan seranganku,
sementara tangan kekarnya masih erat
memeluk tubuhku, seperti tidak akan
dilepaskan lagi.
Bermenit-menit kami terus berpagutan
saling memompa birahi masing-masing.
Peluh kami mengucur deras dan berbaur
di tubuhku dan tubuh Mas Roni. Dalam
posisi itu tiba-tiba kurasakan ada benda
yang kenyal mengganjal di atas perutku.
Ohhh, aku semakin terangsang luar biasa
ketika kusadari benda yang mengganjal
itu adalah batang kemaluan Mas Roni.
Tibatiba kurasakan batang zakar itu
mengganjal tepat di bibir lubang
kemaluanku. Rupanya Mas Roni nekat
berusaha memasukkan batang penisnya
ke vaginaku. Tentu saja aku tersentak.
“Mas.. Jangan dimasukkan..! Jangan
dimasukkan..!” kataku sambil tersengal-
sengal menahan nikmat.
Aku tidak tahu apakah permintaanku itu
tulus, sebab di sisi hatiku yang lain
sejujurnya aku juga ingin merasakan
betapa nikmatnya ketika batang
kemaluan yang besar itu masuk ke
lubang vaginaku.
“Oke.. kalau nggak boleh dimasukkan,
kugesek-gesekkan di bibirnya saja, yah..?”
jawab Mas Roni juga terengah-engah.
Kemudian Mas Roni kembali memasang
ujung penisnya tepat di celah
kamaluanku. Sungguh aku deg-degan
luar biasa ketika merasakan kepala penis
itu menyentuh bibir vaginaku. Namun
karena batang zakar Mas Roni memang
berukuran super besar, Mas Roni sangat
sulit memasukannya ke dalam celah bibir
vaginaku. Padahal, jika aku bersetubuh
dengan suamiku, penis suamiku masih
terlalu kekecilan untuk ukuran lubang
senggamaku.
Setelah sedikit dipaksa, akhirnya ujung
kemaluan Mas Roni berhasil menerobos
bibir kemaluanku. Ya ampun, aku
menggeliat hebat ketika ujung penis
besar itu mulai menerobos masuk.
Walaupun mulanya sedikit perih, tetapi
selanjutnya rasa nikmatnya sungguh
tiada tara. Seperti janji Mas Roni,
penisnya yang berkukuran jumbo itu
hanya digesek-gesekkan di bibir vagina
saja. Meskipun hanya begitu, kenikmatan
yang kurasa benar-benar membuatku
hampir teriak histeris. Sungguh batang
zakar besar Mas Roni itu luar biasa
nikmatnya.
Mas Roni terus menerus memaju-
mundurkan batang penis sebatas di bibir
vagina. Keringat kami berdua semakin
deras mengalir, sementara mulut kami
terus berpagutan.
“Ayoohh.., ngoommoong Saayaang,
giimaanna raasaanyaa..?” kata Mas Roni
tersengal-sengal.
“Oohh.., teerruss.. Maass.. teeruuss..!”
ujarku sama-sama tersengal.
Entah bagaimana awal mulanya, tiba-tiba
kurasakan batang kemaluan yang besar
itu telah amblas semua ke vaginaku.
Blesss.., perlahan tapi pasti batang penis
yang besar itu melesak ke dalam lubang
kemaluanku. Vaginaku terasa penuh
sesak oleh batang penis Mas Roni yang
sangat-sangat besar itu.
“Lohh..? Mass..! Dimaassuukiin seemmua
yah..?” tanyaku. “Taangguung, Saayang.
Aku nggak tahhann..!” ujarnya dengan
terus memompa vaginaku secara
perlahan.
Entahlah, kali ini aku tidak protes. Ketika
batang penis itu amblas semua di
vaginaku, aku hanya dapat terengah-
engah dan merasakan kenikmatan yang
kini semakin tertahankan. Begitu
besarnya penis Mas Roni, sehingga
lubang vaginaku terasa sangat sempit.
Sementara karena tubuhnya yang berat,
batang penis Mas Roni semakin tertekan
ke dalam vaginaku dan melesak hingga
ke dasar rongga vaginaku. Sangat terasa
sekali bagaimana rasanya batang zakar
menggesek-gesek dinding vaginaku.
Tanpa sadar aku pun mengimbangi
genjotan Mas Roni dengan
menggoyangkan pantatku. Kini tubuh
rampingku seperti timbul-tenggelam di
atas kasur busa ditindih oleh tubuh besar
Mas Roni. Semakin lama, genjotan Mas
Roni semakin cepat dan keras, sehingga
badanku tersentak-sentak dengan hebat.
Clep.., clep.., clep.., clep.., begitulah bunyi
batang zakar Mas Roni yang terus
memompa selangkanganku.
“Teerruss Maass..! Aakuu.. nggaak..
kuuaatt..!” erangku berulang-ulang.
Sungguh inilah permainan seks yang
paling nikmat yang pernah kurasakan.
Aku sudah tidak berpikir lagi tentang
kesetiaan terhadap suamiku. Mas Roni
benar-benar telah menenggelamkanku
dalam gelombang kenikmatan. Persetan,
toh suamiku sendiri sering berkhayal aku
disetubuhi lelaki lain.
Tidak berapa lama kemudian, aku
merasakan rasa nikmat yang luar biasa di
sekujur tubuhku. Badanku menggelepar-
gelepar di bawah gencetan tubuh Mas
Roni. Seketika itu seperti tidak sadar,
kucium lebih berani bibir Mas Roni dan
kupeluk erat-erat.
“Mmaass.. aakkuu.. haampiirr..
oorrgaassmmee..!” desahku ketika aku
hampir menggapai puncak kenikmatan.
Tahu kalau aku hampir orgasme, Mas
Roni semakin kencang menghunjam-
hunjamkan batang kejantanannya ke
selangkanganku. Saat itu tubuhku makin
meronta-ronta di bawah dekapan Mas
Roni yang sangat kuat. Akibatnya, tidak
lama kemudian aku benar-benar klimaks!
“Kaalauu.. uudahh.. orrgassme..
ngoommoong.. Saayaang.. biaarr.. aakuu..
ikuut.. puuaass..!” desah Mas Roni.
“Oohhh.. aauuhh.. aakkuu.. klimaks..
Maass..!” jawabku.
Seketika dengan refleks tangan kananku
menjambak rambut Mas Roni,
sedangkan tangan kiriku memeluknya
erat-erat. Pantatku kunaikkan ke atas
agar batang kemaluan Mas Roni dapat
menancap sedalam-dalamnya.
Setelah kenikmatan puncak itu, tubuhku
melemas dengan sendirinya. Mas Roni
juga menghentikan genjotannya.
“Aku belum keluar, Sayang. Tahan
sebentar, ya..! Aku terusin dulu,” ujarnya
lembut sambil mencium pipiku.
Gila, aku bisa orgasme walaupun
posisiku di bawah. Padahal jika dengan
suamiku, untuk orgasme aku harus
berposisi di atas dulu. Tentu ini karena
Mas Roni yang jauh lebih perkasa
dibanding suamiku, selain batangannya
yang memang sangat besar dan nikmat
luar biasa untuk vagina perempuan.
Meskipun kurasakan sedikit ngilu,
kubiarkan Mas Roni memompa terus
lubang vaginaku. Karena lelah, aku pasif
saja ketika Mas Roni masih terus
menggumuliku. Tanpa perlawanan, kini
badanku yang kecil dan ramping benar-
benar tenggelam ditindih tubuh besar
Mas Roni. Clep.. clep.. clep.. clep. Kulirik
ke bawah melihat kemaluanku yang
tengah dihajar batang kejantanan Mas
Roni. Gila, vaginaku dimasuki penis
sebesar itu. Dan lebih gila lagi, batang
zakar besar seperti itu ternyata
nikmatnya tidak terkira.
Mas Roni semakin lama semakin
kencang memompakan penisnya.
Sementara mulutnya tidak henti-hentinya
menciumi pipi, bibir dan buah dadaku.
Mendapat rangsangan tanpa henti
seperti itu tiba-tiba nafsuku bangkit
kembali. Kurasakan kenikmatan
merambat lagi dari selangkanganku yang
dengan kencang dipompa Mas Roni.
Maka aku balik membalas ciuman Mas
Roni, sementara pantatku kembali
kuputar-putar mengimbangi penis Mas
Roni yang masih perkasa menusuk-nusuk
lubang kemaluanku.
“Kaamuu ingiin.. lagii.. Rii..?” tanya Mas
Roni.
“Eehh..” hanya itu jawabku.
Kini kami kembali menggelepar-gelepar
bersama.
Tiba-tiba Mas Roni bergulung, sehingga
posisinya kini berbalik, aku di atas, Mas
Roni di bawah.
“Ayoohh gaannttii..! Kaammuu yang di
atass..!” kata Mas Roni.
Dengan posisi di atas tubuh Mas Roni,
pantatku kuputar-putar, maju-mundur,
kiri-kanan, untuk mengocok batang penis
Mas Roni yang masih mengacung di
lubang vaginaku. Dengan agak malu-malu
aku juga ganti menjilat leher dan puting
Mas Roni. Mas Roni yang telentang di
bawahku hanya dapat merem-melek
karena kenikmatan yang kuberikan.
“Tuuh.., biisaa kaan..! Kaatanya taa.. dii..
nggak.. bisaa..,” ujar Mas Ronie sambil
balas menciumku dan meremas-remas
buah dadaku.
Hanya selang lima menit setelah aku
berada di atas, lagi-lagi kenikmatan luar
biasa datang menderaku. Aku semakin
kuat menghunjam-hunjamkan vaginaku
ke batang penis Mas Roni. Tubuhku yang
ramping semakin erat mendekap Mas
Roni. Aku juga semakin liar membalas
ciuman Mas Roni.
“Maass.. aakuu.. haampiir.. orgasmee..
laggii.. Maass..!” kataku terengah-engah.
Tahu kalau aku akan orgasme kedua
kalinya, Mas Roni langsung bergulung
membalikku, sehingga aku kembali di
bawah. Dengan napas yang terengah-
engah, Mas Roni yang telah berada di
atas tubuhku semakin cepat memompa
selangkanganku. Tak ayal lagi, rasa
nikmat tiada tara terasa di sekujur
tubuhku. Lalu rasa nikmat itu seperti
mengalir dan berkumpul ke
selangkanganku. Mas Roni kupeluk
sekuat tenaga, sementara napasku
semakin tidak menentu.
“Kalauu maau orgasmee ngomong
Sayang, biaar leepass..!” desah Mas Roni.
Karena tidak kuat lagi menahan nikmat,
aku pun mengerang keras.
“Teruss.., teruss.., akuu.. orgasmee
Masss..!” desahku, sementara tubuhku
masih terus menggelepar-gelepar dalam
tindihan tubuh Mas Roni.
Belum reda kenikmatan klimaks yang
kurasakan, tiba-tiba Mas Roni
mendengus-dengus semakin cepat.
Tangan kekarnya mendekapku erat-erat
seperti ingin meremukkan tulang-
tulangku. Ia benar-benar membuatku
tidak dapat bergerak. Napasnya terus
memburu. Genjotannya di vaginaku juga
semakin keras dan cepat. Kemudian
tubuhnya bergetar hebat.
“Rii.., akuu.. maauu.. keluuarr Sayang..!”
erangnya tidak tertahankan.
Melihat Mas Roni yang hampir keluar,
pantatku kuputar-putar semakin cepat.
Aku juga semakin erat memeluknya.
Crot.. croot.. croot..! Sperma Mas Roni
terasa sangat deras muncrat di lubang
vaginaku. Mas Roni memajukan
pantatnya sekuat tenaga, sehingga
batang kejantanannya benarbenar
menancap sedalam-dalamnya di lubang
kemaluanku. Aku merasakan lubang
vaginaku terasa hangat oleh cairan
sperma yang mengucur dari penis Mas
Roni.
Gila, sperma Mas Roni luar biasa
banyaknya, sehingga seluruh lubang
vaginaku terasa basah kuyup. Bahkan
karena saking banyaknya, sperma Mas
Roni belepotan hingga ke bibir vagina dan
pahaku. Berangsur-angsur gelora
kenikmatan itu mulai menurun.
Untuk beberapa saat Mas Roni masih
menindihku, keringat kami pun masih
bercucuran. Setelah itu ia berguling di
sampingku. Aku temenung menatap
langit-langit kamar. Begitupun dengan
Mas Roni. Ada sesal yang mengendap
dalam hatiku. Kenapa aku harus
menodai kesetiaan terhadap
perkawinanku, itulah pertanyaan yang
bertalu-talu mengetuk perasaanku.
“Maafkan aku, Ri. Aku telah khilaf dengan
memaksamu melakukan perbuatan ini,”
ujar Mas Roni lirih.
Aku tidak menjawab. Kami berdua
kembali termenung dalam alam pikiran
masing-masing. Bermenit-menit
kemudian tidak sepatah kata pun yang
keluar dari mulut kami berdua.
Tiba-tiba Yani mengetuk pintu sambil
berteriak, “Hee, sudah siang lho.., ayo
pulang..!”
Dengan masih tetap diam, aku dan Mas
Roni segera beranjak, berbenah lalu
berjalan keluar kamar. Tanpa kata-kata
pula Mas Roni mengecup keningku saat
pintu kamar akan kubuka.
“Hayo, lagi ngapain kok pintunya pakai
ditutup segala..?” kelakar Yani.
“Ah, nggak apa-apa kok, kita cuman
ketiduran tadi.” jawabku dengan
perasaan malu.
Sementara Mas Roni hanya tersenyum.

From → selingkuh

Tinggalkan sebuah Komentar

Tinggalkan komentar